Dalam sebuah perjalanan, yang terhitung mulai dari tiga tahun silam. Teman saya Ana bertemu dengan seorang laki-laki asal Bali di sebuah acara pernikahan yang kebetulan merupakan kakak teman Ana dan barangkali salah satu di antara pengantinnya adalah teman Harya, ia bernama Harya. Ana bekerja di sebuah Bank di Batam, sedangkan Harya tinggal di Bali, tetapi karena Harya punya usaha dimana-mana, maka ia sering berkeliling Indonesia. Dalam sebuah pertemuan mula-mula, Haryalah yang mendekati Ana. Harya berusia tiga puluh delapan sedangkan Ana berusia dua puluh empat tahun ketika itu. Harya memberikan nomor teleponnya pada Ana supaya suatu waktu Ana berkenan untuk menghubunginya begitu juga sebaliknya dengan Ana, ia tidak ingin mengangkat telepon dari seseorang yang tidak tersimpan nomor teleponnya. Akan tetapi Ana tidak pernah menghubunginya. Menurut Ana, ia belum mengenal Harya lebih jauh, ia tidak ingin salah bersikap, lagipula memang belum ada sesuatu hal yang barangkali akan diperbincangkan.
Suatu ketika Ana dengan empat orang temannya berlibur ke Jakarta, Ana meng update fotonya bersama keempat temannya di Jakarta. Ternyata foto itu dilihat oleh Harya di beranda akun facebook miliknya. Ana lupa, entah kapan dirinya dan Harya berteman di facebook tersebut. Kemudian, Harya meneleponnya, dan akhirnya mereka bertemu di Jakarta dalam sebuah pertemuan singkat. Harya sempat mengajak Ana nonton, setelah makan dan ngobrol panjang sebelum akhirnya Ana dan keempat temannya diantarkan kembali ke hotel oleh Harya.
Pada waktu yang terbilang singkat itulah Ana mendapatkan sedikit inormasi tentang Harya. Ia kini telah tahu bahwa Harya adalah seorang duda yang telah bercerai dalam pernikahannya seumur jagung enam tahun silam, namun dalam pernikahan itu mereka belum dikaruniai anak oleh Tuhan. Malam itu terasa panjang, karena Ana tidak henti-hentinya diperolok oleh teman-temannya. Hingga keesokan harinya, ternyata Harya tidak ingin kehilngan momen singkat itu. Harya kembali mengajak Ana untuk bertemu dan berjalan-jalan mengelilingi kota Jakarta. Hari itu lah yang dianggap Harya sebagai hari spesial bagi mereka, sementara itu Ana masih belum percaya.
Hari mulai beringsut, satu-persatu waktu mereka habiskan dalam liburan singkat itu, sebelum pada akhirnya Ana dan teman-teman pamit kembali duluan ke Batam. Pasca pertemuan kedua dan ketiga di Jakarta, Harya semakin sering menghubungi Ana dan tidak ragu lagi menyatakan perasaan dan keinginannya. Sementara Ana masih saja tidak percaya dan hanya mengatur sikapnya agar tidak salah sikap. Delapan bulan berlalu, Harya mendatangi Ana ke Batam dan kembali meyakinkannya. Terus menerus ia mencoba meyakinkan Ana dan bahkan menyatakan bahwa ia ingin menikahi Ana. Selang satu tahun, dan kemudian satu setengah tahun waktu telah berlalu dengan usaha meyakinkan. Pada akhirnya, Ana percaya dan menganggap bahwa mungkin ini sudah takdir hidupnya.
Banyak perbedaan di antara mereka, selain dari pada usia yang terpaut jarak cukup jauh. Ana adalah seorang muslimah berhijab, sedangkan Harya merupakan seorang penganut agama Hindu. Lagi pula, ialah duda yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya bagi Ana. Ana pula merupakan keturunan melayu tulen yang jelas peraturan adat dan kebiasaan di antara mereka sangat berbeda. Kemudian suatu waktu Ana membuka percakapan, bahwa ia barangkali dapat menerima ajakan Harya apabila Harya bersedia menjadi seorang muslim. Alangkah bahagia hatinya, mendengar Harya menyanggupi hal itu.
Hari sudah menjadi minggu, minggu beralih menjadi hitungan bulan. Tetapi, tidak juga terdengar kesanggupan atau inisiatif Harya untuk mengurus pernikahan, apalagi tentu harus ada upacara ringan yang dapat mendampinginya masuk ke dalam agama islam. Ana mulai memberanikan diri untuk bertanya, akan tetapi rupa-rupanya Harya menyerah sebab tidak bisa meninggalkan keterikatan budaya dan kebiasaanya yang juga berkaitan erat dengan Hindu. Lagipula, Harya tergolong berkasta dan keluarganya cukup disegani di Bali.
Ana yang pada saat itu telah beringsut bicara pada ibu dan keluarganya terpaksa terus terang tentang kekecewaanya, meyakinkan pemahamannya agar tidak terjadi kesalah pahaman. Ia meyakini kembali pada keluarganya bahwa Harya sudah mencoba, tetapi Harya tidak dapat menyanggupinya. Sementara itu, keluarga Ana beranggapan apabila ia sungguh-sungguh maka ia pasti akan mau menjadi muslim. Tetapi, Ana bukanlah tipe perempuan yang hendak memaksakan keinginan, apalagi soal agama yang dianut adalah soal kepercayaan dan keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sungguh hari itu terasa sangat menyakitkan, antara sesal, sedih, dan merasa dipermainkan tetapi Ana terus menerus mencoba mengatur hati dan pikirannya agar tidak bersuudzon. Akan tetapi satu sama lain di antara mereka tetap menjaga silaturahmi dam komunikasi yang baik.
Sekian banyak perbincangan dan mimpi sudah pernah mereka rangkai bersama. Sebab perlahan-lahan na mulai kagum dengan kegigihan Harya untuk meyakinkan dirinya. Sekalipun Harya merupakan keturunan ningrat dan berada, Ana sama sekali tidak pernah tergiur dengan sesuatu yang bukan miliknya. Tetapi, begitulah soal perjodohan yang tekah dituliskan oleh sang pencipta. Ana kembali mengikhlaskan kesedihannya dan menganggap segalanya sudah diatur Yang Khalik. Sempat Ana mencoba hilang dari kehidupan Harya, tetapi dalam suatu projek yang pernah sama-sama mereka setujui beberapa waktu lalu menjadikan mereka harus terus berkomunikasi walaupun sebatas pekerjaan saja. Ana pun berkali-kali meminta pada Harya untuk mencari perempuan lain sebagai pengganti dirinya, yang dapat memenuhi permintaan dan keinginan Harya.
Pada suatu waktu, mereka kembali dipertemukan Tuhan di Jakarta. waktu itu kebetulan Ana diperintahkan untuk ikut dalam pelatihan dan mewakili kantor tempat dia bekerja. Pasca pertemuan itulah mereka kembali dekat satu sama lain. Harya telah berkali-kali melamar Ana, dan meminta Ana pada orangtuanya. Sekalipun begitu, Ana masih percaya bahwa perjuangan Harya bukanlah karena Harya memiliki perasaan cinta yang besar terhadapnya, melainkan sesuatu yang barangkali dianggapnya dapat menjadi pelengkap hidup bagi Harya yang kemudian berakhir dengan rasa hiba terhadap Hana.
bersambung...